scarletise: (seung bw)
scarletise ([personal profile] scarletise) wrote in [community profile] sheepandwolf2015-07-29 11:33 pm
Entry tags:

Countdown

countdown;
1018w.




Seperti dulu--bertahun-tahun yang lalu, ini, dan itu, lagi-lagi matahari musim panaslah yang menyambut.

Mereka memulai rutinitas pagi seperti biasa: sesuai dengan janji yang disebutkan malam-malam sebelumnya, janji yang tidak pernah diucapkan langsung dengan bibirnya, melainkan hanya disimpan di kepala. Tak ada yang harus dibereskan, kecuali gelas dan piring sisa makan malam. Seperti kemarin, Seunghyun selalu jadi yang bangun lebih siang; Tian Kai nyaris melemparkan bantal ke wajah pemuda itu seandainya dia tidak melihat cengiran yang terplester di wajah biarpun kelopak matanya masih belum terbuka, dan membiarkannya memejamkan mata untuk lima menit lagi.

Mereka bertukar senyum tanpa cerita kecuali komentar soal roti. Tak ada pesan tentang apa yang harus dilakukan besok. Tak ada yang kentara, hanya Seunghyun, yang seperti biasa mengambil roti tiga kali lipat lebih banyak dari roti yang dimasukkan ke toaster. Pemalas, kata-kata itu meluncur dari bibir Tian Kai dengan lidah terjulur, sementara Seunghyun berkomentar tak ada bedanya makan roti yang sudah dibakar dengan yang belum, sarapannya akan sama-sama roti. Tapi memang, kalau dengan selai stroberi atau cokelat, rasanya lebih enak. Dan Tian Kai tertawa mendengarnya.

Gorden dibuka dan seluruh ruangan diterangi sinar matahari. Beberapa pot tanaman kaktus yang dilabeli, dibeli entah kapan (oh, ternyata ada juga hal-hal seperti itu) dan mata gadis itu menangkap satu demi satu objek dengan saksama, sekali dan sekali dan sekali lagi. Jam menunjukkan pukul tujuh, dan ia masuk ke kamar, melihat gorden jingga yang tertiup angin dan boneka jerapah berleher miring di sudut meja.

-

Jangan lupa kunci pintu, kata pemuda itu mengingatkan, sementara tangannya sibuk membawa tas dan memasukkannya ke bagasi. Tian Kai melihat ke belakang sebelum Seunghyun berkata lagi ayo, cepat dan berjalan mendahului Tian Kai; wajahnya tidak terlihat, hanya punggungnya dan kemejanya yang sedikit memantulkan cahaya matahari.

Tian Kai berlari kecil, mengejar.

-

Jalan-jalan lagi, mewah amat, kata Tian Kai, yang hanya dibalas dengan cubitan di pipi. Mobilnya memang bukan sangat-sangat-baru, tapi tetap saja baru sebulan, dan bagi Tian Kai, itu masih bisa untuk digoda. Pemuda itu sudah lebih baik dibanding waktu pertama kali mereka keluar berdua; matanya waktu itu jelas-jelas bercahaya seperti baru dapat mainan pertama, sementara sebentar-sebentar Tian Kai harus mengingatkan karena mobilnya nyaris melewati marka.

Mereka melepas tawa dan memutar lagu lama, seperti repetan rap Seunghyun yang masih juga payah didengar setelah sekian tahun dan pengingat kapan pertama kali Tian Kai menggunakan sepatu berhak tinggi. Jalanan tidak macet karena hari masih pagi. Mata Tian Kai terfiksasi pada dua hal: jalanan bebas hambatan dan boneka ikan buntal tua yang bergoyang ke kanan ke kiri, bergantung dengan jarak beberapa inci dari dahi. Kalau melihat ke depan, seakan-akan mereka pergi ke tujuan tanpa akhir karena jalanan begitu kosong dan tanpa ujung; hanya deretan pohon yang bergerak, dan lampu-lampu lalu lintas yang tak usah dihitung benar-benar.

Biarkan ini di sini, ujarnya perlahan, menunjuk boneka itu dengan jarinya. Lampu merah baru saja berganti jadi hijau dan Seunghyun hanya menghela napas sambil menginjak gas. Mobil kembali melaju, dan tak ada kata-kata yang ditukar.

Mereka berhenti di sebuah belokan yang sudah Tian Kai kenal, bangunan yang sudah mereka kenal. Soori dan mamanya sudah menunggu di sisi jalan; mereka bertukar sapa, mengobrol, dan berpeluk untuk kemudian melanjutkan perjalanan, lalu bertemu dengan keluarga bibinya, memberi salam sekali lagi juga pada si kecil yang masih sempat-sempatnya mengisengi Tian Kai dengan minta digendong dan tidak mau dilepaskan.

-

Perjalanan berikutnya sedikit memakan waktu karena lalu lintas sudah cukup padat. Ia nyaris terbawa kantuk ketika pipinya ditepuk oleh Seunghyun yang mendadak sudah ada di luar, membukakan pintu. Matanya langsung otomatis melirik arloji, dan memang sudah hampir waktunya.

Ada orang yang Tian Kai kenal di gerbang, dan sedikit banyak rasanya seperti sebuah pesta. Langkahnya jadi terasa ringan tatkala Jessi menyambutnya dengan rangkulan. sepuluh orang datang, dan Tian Kai harus bilang berkali-kali supaya jangan berisik, jangan berisik. Tapi Yoojung, adik kecilnya itu tertawa dan bilang menyerah saja, sambil membawakannya selempang lucu berhias glitter dan pita. Mereka berkumpul dan berfoto, dan berpelukan, biarpun sebenarnya itu juga sudah dilakukan ketika mereka berpesta beberapa hari yang lalu.

Sunhee memeluknya erat; Tian Kai menunduk karena Sunhee lebih pendek darinya. Gadis itu menarik napas dan matanya menangkap Seunghyun, beberapa meter dari situ, sejak tadi hanya berdiri dan menunggu. Napasnya masih terasa tersengal bahkan ketika pelukan dari teman-temannya sudah dilepaskan.

-

Tian Kai menatap arloji--lagi. Layar neon di sekitar sudah menunjukkan, tak perlu benar-benar harus memastikan. Seunghyun menepuk bahunya, mengingatkan, dan begitu saja, pertemuan itu diakhiri. Mereka tidak bertukar cakap, namun berjalan beriringan; bahu mereka beradu, dan hanya itu. Matahari merayap meninggi, dan sepertinya terasa biarpun di atas kepala mereka langit masih terhalang tembok. Suara pengeras suara mengingatkan, seakan menyuruh bergegas, tapi langkah mereka tak berubah kecepatannya.

Pintu membuka dan menutup di belakang tubuh mereka, dan seperti lampu yang tiba-tiba mati Seunghyun merengkuhnya hingga matanya tak dapat melihat apa pun kecuali gelap. Ia merasakan seperti seumur hidup yang ditarik habis dan tidak akan kembali, biarpun sebenarnya tidak. Tian Kai tidak ingin menghitung, namun di antara jemari yang mencengkeram pakaian dan jantungnya seperti sudah menghitung dengan otomatis: lima-empat-tiga-dua-satu, belum. Ulang lagi. Lima-empat-tiga-dua-satu, belum.

Gadis itu membenamkan kepalanya di jeda antara kerah dan bahu; kemeja pemuda itu kuyup, tapi Tian Kai tahu Seunghyun tidak akan marah. Seunghyun mencium bibirnya dan sisa-sisa bayangan muncul sebelum menghilang. Rasanya asin dan pemandangan itu berkelap kelip berganti-ganti: tentang lorong sekolah dan gelapnya gang kecil di sudut sudut kota yang tersembunyi, Hongdae dan bayangan orang-orang di ruangan temaram; lantai kayu kantor dan kamar yang terkunci.

Aku sayang kamu, katanya, jelas dan lugas, di dekat telinga. Tian Kai hanya menggerakkan kepalanya sedikit saja, dan dengan itu, Seunghyun melepaskan pelukannya.

-

Matahari bersinar terang, langit begitu bersih, dan Tian Kai duduk di kursinya, di sudut, headset memutarkan lagu yang tak benar-benar ia dengar. Mereka berkata, mereka berdoa, mereka berjalan, kepada sebuah masa. Sepuluh dua puluh tiga puluh menit bisa terasa sangat lama, dan ia menghitung kira-kira berapa lama yang akan lewat dan berapa lama yang harus ia rasakan.

Seoul tidak terlihat lagi dari jendela pesawat yang terus meninggi.


remember today, when everything will disappear
It's all breaking down.

(Nell, Fisheye Lens)



end



ya ngerti kan kenapa judulnya stream of unconscious writing
permisi