scarletise (
scarletise) wrote in
sheepandwolf2015-07-28 09:49 pm
![[personal profile]](https://www.dreamwidth.org/img/silk/identity/user.png)
![[community profile]](https://www.dreamwidth.org/img/silk/identity/community.png)
Entry tags:
“Heigh ho, heigh ho! It’s off to work we go!”
location: Game Center, somewhere in Seoul
timeline: December 2012
T.K.
Kalau kau nanya bagaimana kabar Fong Tian Kai pagi ini, yah, jangan mengharapkan jawaban yang baik. Karena dia hanya bakal menggeram-geram nggak karuan.
Jae Seunghyun adalah kebo. Bangunnya jam sepuluh, harus diguncang dulu sebelum melek, dan… tidurnya berantakan. Dua kali dia disikut dan sekali dia kena tendang. Small bed is small, bego. Oh, oh, dan dia menghina sarapan yang sudah dengan murah hati dibuatkan T.K. Ya, ya, dia memang nggak jago masak. Katanya pancake yang dia buat itu kayak lumpur… YAUDAHLAH CUMA FAIL TEKSTUR. Harusnya Seunghyun bangun lebih pagi! Coba bangunnya jam… sembilan, gitu. Mungkin mereka masih sempat ke McD untuk breakfast dan T.K. pun enggak usah repot gombrang-krompyang di dapur untuk membuat pancake penghancur perut itu. Yang penting makan. Nggak tahu, ah. Dia tak habisnya merutuk meski seharusnya dia berterima kasih pada Seunghyun. Kalau bocah itu nggak bermalam di flatnya, mungkin dia akan terjaga dengan mata berkantung sampai pagi. Bawa pentungan. Kaget setiap ada suara sekecil apapun.
`Makasih, bro.` harusnya begitu. Tapi alih-alih ngomong langsung, dia malah mention semata di twitter, dan… yang disuarakannya kini justru sebuah, “SEUNGHYUN, BURUAN!” yang super-duper toa.
Sembari mengikat tali sepatu, dia membuka mulut dan meledakkan vokalnya. Dari bis turun ke halte depan gece saja lama amat. T.K. memang melesat dan turun duluan, dan mungkin beberapa penumpang sudah turun setelahnya. Dia mengerling pintu bis di belakang dan belum menemukan sosok sahabatnya di dekatnya. Mungkin kegencet di antara dua orang gendut di dalam? Atau pingsan kehabisan napas? HAHA. Mungkin T.K. yang terlalu antusias turun, hm? Yah, lagi nggak nyante hari ini, makasih. Atau Seunghyun yang terlalu lamban gara-gara makan pancake setan buatannya itu?
“Seunghyun leleeeet. Nanti kutinggal, lho,” berkata sekali lagi, kali ini berdiri dan memanggil ke arah pintu bis. Nanti arcade yang bagus-bagus keburu diduduki orang, bradah! Ayo, ayo, tinggal masuk ke dalam saja, niiih!
JAE SEUNGHYUN
Lari-lari karena dikiranya akan ditinggal untuk pergi ke festival, diseret-seret, lomba menembak yang ternyata lebih susah daripada Time Crisis, dan enam buah boneka--satunya nyolong dari T.K. Itulah yang didapatkan Seunghyun, hasil bermain bersama T.K. di festival malam. Seru sekali, memang--berhubung dia memang penggemar keramaian dan festival, jadilah uang saku sebulan nyaris ludes dipakai beli makanan dan mainan... dan tembak-tembakan (yang ternyata lebih susah dari time crisis).
Yang pasti, mereka selesai di malam hari, dan tadinya sih Seunghyun mau pulang. Cumaaa, tahunya si T.K. sendirian di flat malam ini. Bukan apa-apa sih, tapi kan Seunghyun tahu banget kalau anak itu paling serem sama yang namanya setan maling keadaan gelap sendirian dan semacamnya, jadi dia kasihan juga. Jadi orang itu harus setia kawan, kan? Jadilah ia ikut menginap di tempat T.K. -- bonus makanan yang banyak, Tuhan memberkati Bibi Chun dan Transformers dengan segala berkah yang sudah diberikan buatnya. Meskipun tidurnya harus sempit-sempitan sama T.K. dan kena jedukan kepalanya dua kali, kena tonjok di perut sekali dan selimutnya ditarik-tarik semalaman, nggak apa-apa deh.
Meskipun pagi harinya segala cemilan itu harus diimbangi dengan pancake-lumpur ala T.K.. Apaan, deh. memang dia nggak bisa masak, tapi T.K. juga lebih parah dari dia karena kayaknya mecahin telur juga T.K. nggak bisa. Mau ngebantu juga percuma, tapinya--dan paling tidak pancake-nya berasa pancake meskipun banyak bagian yang bisa dicolek.
"BENTAAAR, HOI!" Seunghyun balas berteriak, tanpa sadar dia masih ada di dalam bus--orang-orang langsung meliriknya dengan sinis, dan ia cuma garuk-garuk belakang kepalanya, nyengir kuda gagal. Ia berlari, melompat turun dan membetulkan converse-nya yang agak longgar sebelum berlari kecil ke tempat T.K. "Makanya kalo bikin sarapan itu yang berenergi, tauk, bukannya lumpur. Mudah-mudahan hari ini tenagaku buat main hidden level nggak berkurang, separuh tenaga udah abis gara-gara selimutnya ditarik sebelum aku bangun."
T.K.
Lipat tangan. Kerutkan dahi. Jae Seunghyun memang tidak pernah berubah sejak hari pertama T.K. mengenalnya. Hobi sekali telat, tidak peduli apa sirkumstansinya. Telat masuk sekolah, telat janjian ke gece, telat datang ke kelas WBE, telat makan, telat bangun, bahkan ssampai telat turun bis. Memang daebak. Truly, really daebak. Mungkin kita harus geleng-geleng kepala, sob, lalu siapkan piala besar bertuliskan `Pahlawan Kesiangan Seoul`. Noona-noona mana ada yang suka cowok telat! Sudah lebih muda, telat pula. Padahal yang harusnya pikun duluan kan yang lebih tua. Hmph.
Yak, teriakan teredam dari dalam bis. Spontan dara itu terkikik, menunduk sedikit, setengah-mendengus mendengar protesan dan dumel-dumel samar dari penumpang lain. Terlalu komikal. Tolol ya tolol. Geli, sih. Cengiranm lebar T.K. itu menandakan dia puas mendengar sahabatnya diprotesi—delikan dari ibu-ibu yang menenteng belanjaan di depannya itu pura-pura tak dilihatnya, meski demikian. Namanya juga anak muda, ahjumma.
Daaan sang pahlawan kesiangan tiba. Cengiran T.K. lenyap, diganti dengan bibir yang mencebik. Kemudian disusul pipinya menggembung. Heh, dia kira hina-hiaan soal makan paginya sudah lewat! Rupanya masih napsu, toh? Awas saja, ya. Masih mending ada makanan, daripada mereka kelaparan sampai siang! Nggak tahu terima kasih, dasar.
“YA! Salah siapa telat bangun, hah? Jelas lah selimutnya kutarik!” mengerutkan dahi, lalu memutar tubuh dan mengayun langkahnya menyusuri trotoar menuju Game Center. Dia menoleh ke arah Seunghyun sembari melangkah, pijakannya di tanah terkesan malas. “Coba kamu bangunnya lebih pagi. Mungkin kita bisa sarapan lebih elit di McDonald’s. Lalu aku nggak perlu—HEEEII,” T.K. menyadari sesuatu, alisnya menyatu. Mendelik ke Seunghyun. “Apa hubungannya sarapan sama telat turun bis? Itu kan kamu doang yang lelet,” lalu melet puas.
JAE SEUNGHYUN
"Di rumah, bangun jam segitu itu biasa, apalagi di musim dingin! Lagian sarapan di mekdi kan pakai duit, padahal uang udah abis dipakai main tembak-tembakan. Kan kamu yang tahu," Seunghyun membela diri, membalas teriakan T.K. dengan teriakan, biarpun ia tahu jarak mereka itu sebetulnya dekat. Berjalan santai, tangan dimasukkan ke saku, sementara T.K. berjalan di depannya.
Mendengar komentar T.K. soal nggak ada hubungannya antara pancake-lumpur dan tenaga dan lelet, Seunghyun cuma manyun. Yah, gimana lagi, dia memang lebih sering kalah soal adu troll omongan sama anak ini. Tapi dia nggak mau kalah, karena itu ia berjalan, langkahnya yang panjang-panjang--gimana, tubuhnya memang tinggi--makin cepat dan akhirnya menjajari T.K., tangannya yang tidak masuk saku menoyor kepala T.K. dari belakang. Sebodo!
"Bukan lelet! Kamu aja yang lompat-lompat keluar bus. Aku kan lihat situasi dulu, tadi di dalam banyak noona yang mau pergi juga, masa iya keluar busnya grasak-grusuk?" Seunghyun berkilah, ngomentarin bus yang sebetulnya tadi lebih banyak berisi ahjumma alias Ibu-ibu bawa belanjaan mingguan dibandingkan noona-noona yang mau berangkat kantor. Ya iyalah, hari Minggu. "terus, jangan salahin aku. Jangan-jangan pancake tadi bukan cuma bikin energi turun tapi juga bikin konsentrasi jadi berkurang. Lain kali, malemnya kita takeaway aja.... bentar, kalo gitu selama ini kamu ngapain kalo di kelas lagi ada pelajaran PKK?"
T.K.
Memutar bola mata. Satu lagi, deh. Yang namanya Jae Seunghyun itu enggak jauh dari yang namanya denial. Suka sama noona, denial. Kalah adu bacot, denial. Ke-macho-annya fail, denial lagi. Oh, really, T.K. pikir tidak ada lagi, deh yang perlu disembunyikan. Sudah terlalu banyak aib, bro, terlalu banyak. Tidak salah juga, kan, celotah T.K. mengenai protes-protes bangun telat? Rempong di pagi hari ini bikin malas! Dia enggak salah, cuma memaparkan hal yang realistis—dan menerapkan ajaran ayahnya mengenai argumentasi yang harus berlandas pada fakta. Lihat? Lihat? Kalau dia enggak bisa jadi bintang, dia mau jadi pengacara. Mau bacot.
“Auw!” usap-usap belakang kepala, lalu cemberut ke arah Seunghyun. Malah ditoyor, meh. Segitu enggak terimanya sama debatan, T.K., hah? Atau memang kalah argumen? HAHA. “Heh, lagian mereka lelet. Kita itu di paling belakang duduknya, tahu. Kalau enggak buru-buru, kapan turunnya?” jangan terlalu gentleman, lah. Sesekali harus egois juga. Kalau mengalah terus pada—uhuk—noona, nanti justru dia yang nggak pernah untung! Lagian, wanita-wanita yang mereka lihat itu sudah dewasa. Seunghyun mau baikin kayak gimana juga, tetep aja mereka nggak bisa apa-apa kalau ternyata dia sudah punya pacar! Hayo. Hayo. Pacarnya lebih mapan, pula. Huayo.
“Aku selalu minta adonannya Yakko. Aku cuma pernah sukses waktu kita bikin spageti. Itupun minyaknya kebanyakan.” Angkat bahu santai, melirik Seunghyun lagi. “Udahan, ah. Mending sudah makan. Nanti juga kan kita mau mampir ngeburger. Eh, kupon, kamu dapat, nggak?” tangan kiri terangkat di depan hidung Seunghyun. Nagih.
JAE SEUNGHYUN
Bahh. Memang beginilah mereka--jadi ya gimana, Seunghyun pun juga tahu kalau adu argumen terus nggak akan guna--mendingan senang-senang. Tapi adu argumen juga menyenangkan kok, buat Seunghyun. Seenggaknya kalau dalam batasan-batasan yang memang menyenangkan. Kalau sudah bikin kesal orang... mendingan minta maaf terus diam. O ho ho.
"Yaudah sih. Nggak ada juga yang ngarepin kamu mendadak bisa masak!" Seunghyun ngakak sambil berjalan melihat GC yang bangunannya sudah makin jelas. Semua orang tahu siapa Fong Tian Kai. Cewek paling nggak pantas pakai rok satu sekolah. Beruntunglah pelajaran PKK hanya diikuti perempuan karena anak laki-laki mendapatkan muatan lokal Elektronika. Seunghyun masih bisa tahan melihat ulah anak itu di dapur, tapi kalau melihat T.K. yang memakai celemek full a la Ibu kantin.... kayaknya Seunghyun bakal mengira mereka ada di dunia paralel.
"Ush!" tangan Seunghyun tertarik membentuk sikap hormat, lalu merogoh sakunya. "Iya, lapar nih... malah ngomongin pelajaran PKK pula. Kupon terakhir aku kemarin kan udah dipakai beli shake.... Beli aja biasa atau apa?"
T.K.
“HIEH!”
Tangannya yang terangkat dalam gestur menagih itu langsung turun lagi, sementara alisnya menyatu dalam sebuah garis mencuat ke atas. Kuponnya… sudah dipakai. Yak. Perlukah diberitahukan bahwa dua anak ini boros sekali begitu sudah dapat duit? Nanti saat bokek baru deh ngemis-ngemis patungan. Hm, hm. Balada anak muda yang harus bisa cari uang sendiri. Makanya Seunghyun kadang-kadang kerja sambilan di Myeongdong, sementara T.K. suka gedor-gedor pintu belakang restoran cepat saji untuk dapat kerjaan bagiin brosur. Cipek, memang. tapi daripada nggak dapat duit? Ujungnya bakal seperti hari ini—menganga, miris sendiri begitu tahu bahwa kupon itu… telah tiada. Nggak ada gratisan, deh. Hh. Buang duit lagi, deh. Hh.
“…Beli biasa aja kali, ya? Tapi aku nggak boleh nambah burger kedua setelah itu. Hmmm.” Urut dagu dalam gestur sok mikir. Memandang tanah sembari langkahnya berayun maju. Harus hitung-hitung duit, nih. Ini baru awal bulan, jadi dia tidak boleh boros-boros dulu. Nanti, saat sudah minggu terakhir. YEAAAH silahkan hamburkan uang. Sekarang… yah, gitu deh. Mesti sayang dompet. Masih lama sebelum dapat uang jajan lagi, soalnya. Kecuali dia sambilan.
Mereka mendekat ke Game Center. T.K. memutuskan untuk menyerah dengan semua kalkulasi di dalam kepalanya—toh nanti paling dia bakal bablas beli lagi. Bodo, ah. “Entar aja deh mikirnya. Main dulu.” Angkat bahu ke Seunghyun dan mendorong pintu Gece sampai terbuka. Lalu mengedik dan tersenyum ke satu orang, di arcade sebelah pintu yang dikenalnya. Permainan dengan uang logam, biasa, di mana ada semacam laci yang maju-mundur dan bisa mendorong koin-koin game ke lubang di mana pemain bisa ambil. A game of luck, really. Dan pemuda yang duduk di sana itu selalu nongkroooong tanpa gerak, berpikir bahwa dia bisa dapat dua puluh koin sekali raup. Sudah empat bulan hal ini berjalan… dan T.K. pikir dia harus ke dokter atau apa.
“Mau main yang mana dulu, Seunghyun?”
JAE SEUNGHYUN
"Iya, beli biasa aja. Lagian ini akhir bulan... kenapa sih sekolah kita nggak ngebolehin kita kerja sambilan?" Seunghyun mengimbuh lagi soal uang saku bulanannya. Ayahnya yang pegawai bank itu memang super ketat soal keuangan. Beliau menjatah uang saku Seunghyun untuk sebulan, dengan rincian lengkap seperti transportasi dan makan malam. Maklum, isi apartemennya itu memang hanya dua orang; Seunghyun dan ayahnya, jadi biasanya pada malam hari Seunghyun mencari makan sendiri.
Untungnya, T.K. dan bibi Chun-nya selalu sedia makanan enak apalagi di akhir minggu. Lumayan kan--bisa menghemat uang makannya, dan bisa dipakai untuk ke game center--kayak sekarang. Hohoho. Tapi, nafsunya soal burger dan ramen memang sulit ditahan, makanya dia beli lagi. Hm, alasannya mudah: masa pertumbuhan, bro! Tingginya memang baru 171, dan targetnya itu 180an, jadi dia harus makan yang banyak supaya targetnya tercapai.
Seunghyun mengikuti T.K. berjalan masuk, dan berjengit lagi melihat pemandangan yang akhir-akhir ini sekarang jadi rutin. Seunghyun pikir, yang mungkin bisa membuat orang itu puas hanyalah kalau gempa datang dan koinnya jatuh semua ke depan. "Kalau koin yang dia masukkan buat alat itu dia kumpulkan untuk main yang lain, kira-kira berapa yang dia dapat, ya?" ia separuh berbisik pada T.K., lalu langsung berjalan ke salah satu sudut.
Time crisis.
Jujur, dia masih penasaran sama hasil yang dia dapatkan kemarin. Di stand boneka-bonekaan, dia cuma dapat enam, jangan-jangan kemampuannya sudah menurun drastis. Diambilnya langsung sisi yang biru (karena biru itu warna cowok. heh). "Main ini, nih. Ini!"
T.K.
…bisa keluar-masuk Gece sesuka hati selama dua bulan, kali. Entahlah.
Bahu dara diangkat, sebuah gestur yang mengisyaratkan ketidaktahuan murni. Atau ketidakpedulian. Yah, posisikan dia yang ada di balik konsol itu—hah, sudah digoyang-goyang, kali, mesinnya! Orang tidak sabaran macam dia, bisa gila kalau kerjanya cuma nungguin koin jatuh doang. Mendingan mesinnya ditendang, atau dipalu, atau pakai akal apapun lah yang bisa membuahkannya hasil. Bukannya bikin hidup jadi hampa dan cuma diisi penantian! Hai, kamu, lelaki yang menunggui jatuhnya koin di sisi entrance Gece, sadarkah kamu? Kamu sudah… diharkosin mesin.
Padahal harkos itu adalah hal yang sungguh, sungguh mahanista dan mahamiris. Apalagi dia malah diharkosin mesin selama empat bulan… uh, sakiiit. Mending kalau apa yang dibilang Seunghyun tadi terjadi. Ada gempa. Setidaknya koin yang jatuh bakal lebih banyak dibanding penantian lama nan panjang oleh mesin PHP itu. setahu T.K., jumlah terbanyak yang didapatkan pemuda itu cuma… delapan.
Disaksikannya Seunghyun langsung melesat ke satu sudut. Aaah, as expected. Tiiime Crisiiiis. Saatnya mengasah kemampuan setelah festival semalam, hm? Seunghyun nampaknya nggak puas, sih, cuma dapat lima. Padahal dengar-dengar itu termasuk jumlah terbanyak, lho. Nggak ngerti ah. Daripada dia, cuma dapat satu… HHH, BODO, BODO AMAT!
T.K. berdiri kalem di sisi yang berwarna merah, meski ia nyengir merogoh saku. Koin dong, bradah. Dia punya setumpuk yang nggak bakal habis. Dia bahkan punya tabungan darurat untuk ini. Dua diambilnya keluar, yang satu dilemparkannya ke Seunghyun.
“Osh. Berapa ronde?”
Ambil pistol di soketnya, masih belum memasukkan koin. Kira-kira dulu berapa duit yang ludes hari ini, bradah.
JAE SEUNGHYUN
"Yo! Asyik, kau punya tabungan koin. Ntar gantian, aku traktir burger. Habis aku belum nyetok lagi gara-gara kemarin dipakai festival. Tapi kurang satu, tahu," Seunghyun menangkap koin itu dan dengan tangkas memasukkannya ke dalam mesin--bunyi khas langsung terdengar, kurang satu lagi. Ia mencari-cari koin di saku celananya; nggak sebanyak setokan T.K., sih, tapi ia punya buat beberapa ronde, kayaknya. "Sekali dulu? Tapi kalau naik level, ya lanjutin. Aku penasaran, masa' sih kemampuanku menurun...."
Tangannya menarik pelatuk dan dor! langsung terbuka layar yang menandakan mulainya game. "Ayo tembak juga, K, masukin koin tambahannya," katanya, mengarahkan pistol ke arah T.K. dengan lagak menantang. "Kalo kalah skor, harus ngasih koin buat tambahan ronde berikutnya!"
T.K.
…lalu startnya malah dicuri. Heh! Kan dia nungguin buat nanya, tahunya malah diduluin… sialan. Didoain kemampuannya betul-betul menurun, HHHH, dasar! Tapi mending deh, habis itu ditraktir burger. Ekhek. Fong muda memasukkan koin dan menikmati cklek kesayangannya, bunyi yang lazim terdengar setiap kali koin masuk. Hhhmmm. Euforia saat hendak memulai game, hm. Meraskana adrenalin mulai terbangun, merasakan semangat mulai teraduk, merasakan deg-deg-deg siap bertarung—
"Ayo tembak juga, K, masukin koin tambahannya,"
—HAHA. Perusak atmosfer. Lalu malah nantangin, lagi.
“…Hmm. Oke,” dia nyengir, memasukkan satu koin lagi yang barusan dirogoh, lantas mendengarkan ke satu cklek lagi yang memuaskan dan musik mulai mengalun. Layarnya ditembak dengan tampang jumawa, membuat cengirannya lebih lebar. Dia menoleh lagi ke si pemuda, “Tapi ucapanmu itu berlaku buat kamu juga, ya. Jangan lupa.”
Dia menembak, memilih mode game dan menunggu bar loading memenuh. Stage pertama, hmm. Siap-siaaaap. Nampak health bar, status, poin-poin awal yang nantinya akan bergerak ke atas—T.K. nyengir lagi, luar biasa senang. Kakinya siap di pijakan.
Kemudian ada efek berbunyi action! dan dia leluasa menembak.
JAE SEUNGHYUN
"Okeee!" Seunghyun nyengir lebar, mengokang pistolnya (kalau bisa disebut mengokang, karena toh itu bukan pistol beneran). Dor! Suara keras terdengar dari speaker yang ada di mesin, dan ia berlagak seakan-akan kalau dia adalah penembak jitu. Dipilihnya mode standar dan game mulai dengan dramatis--dua agen penembak yang sedang berjuang mengalahkan tirani pemerintahan, atau apa? Seunghyun lupa, deh. Yang penting nembak.
Dia punya banyak teman, sebenarnya. Banyak juga di antara mereka yang bisa dibilang tidak remaja lagi--seperti teman-temannya main dance di Myeongdong, kelompok tari jalanan yang biasanya kumpulnya tidak tetap. Semuanya dia kenal begitu saja ketika ia melihat mereka berkumpul.
Di sekolah, kebanyakan teman-temannya adalah anak klub olahraga. Meskipun tidak terikat dengan klub manapun, Seunghyun bisa ditemukan main basket, sepak bola, baseball, sampai sesekali atletik--seringnya jadi cadangan atau pengganti. Bukan berarti kalau ada Seunghyun bakal langsung menang, sih--Seunghyun ya senang saja terlibat di dalam kegiatan-kegiatan itu, kalau menang ya syukur, kalau kalah juga nggak apa-apa.
Tapi, kalau sedang mode main seperti sekarang--semacam main game, makan burger, ngabisin waktu kalau habis latihan atau juga mengisi waktu kosong, atau semacamnya.... bermain-main, maka, T.K.-lah sasarannya. Nggak tahu dari kapan, tapi yang pasti, kalo main Seunghyun memang lebih cocok kalau sama T.K.. Ibaratnya, beli makanan saja bisa heboh juntrungannya.
"Oits!" Seunghyun menghindar dari tembakan musuh-virtual di sudut lain, memasang mode invulnerable. Nah, kan? Tembakannya kena bertubi-tubi, dan bar skornya di sudut atas langsung naik jauh. Nggak ada bedanya sama yang "Hiii, betulan beda sama yang di festival. Kalo yang gini enteng banget," komentarnya sambil menembak lagi, "kapan lagi sih ada festival lagi? Entar kalo ada aku bakal ambil lebih dari enam! Itu juga dikasih satu." Mulutnya manyun, teringat satu boneka kucing yang akhirnya dia minta dari T.K.. Haha, dia telat nembak, sih.
dor!
T.K.
Yak. Noted, ya. Jae Seunghyun sudah setuju, sodara! Siapapun yang kalah akan rogoh kocek lagi untuk membiayai ronde selanjutnya—yang T.K. jamin—akan makin ganas dan makin ganas saja. Sama saja dengan lebih banyak koin yang terbuang, sih. Ini pertarungan soal gengsi dan harga diri laki-laki, bukan soal koin! Koin itu cuma perumpamaan, kawan. Yang sebetulnya ditekankan adalah bagaimana kamu mempertaruhkan kemampuanmu. Ibaratnya, deh, di satu keping koin, ada sepuluh persen pride. Kalau sepuluh kali kalah, harga dirimu terinjak. Simpel, kan?
(…rempong, sih, sebenernya. Mana ada orang bikin analogi sepuluh persen harga diri per koin.)
Hup. Hup. Dari sudut mata, kelebatan bayangan muncul—arahkan moncong pistol ke sana, dor! Recharge kembali, lalu bergerak dari pertahanannya di belakang meja dan berbelok kiri-kanan untuk menyapu bersih musuh. Yak. Yak. Satu, dua, tiga, empat tumbang—tapi kena hantam sedikit di beberapa sisi. Health bar itu selalu kelihatan nanggung di mata T.K., tahu. Habisnya, nggak pernah memuaskannya sedikit pun. Naiknya sedikit, turunnya banyak. Uasem.
“Festival itu enggak fana, bro,” eaaaa. Biarlah dia terdengar pintar sedikit. “yang ini mana bisa dibandingin dengan festival. Lain kali awas ya kalau dapat lebih sedikit. Aku juga nggak mau cuma dapat satu, tahu—EH, WEITS.” membelok, berlari menghindar dari tembakan yang datang dari sudut tak terduga. Ah, sialan, sialan. Masih saja terkecoh.
“Ngomong-ngomong, bonekanya—” dor, dor, dor! “—kamu kasih ke siapa aja, sih, jadinya? Punyaku ada di siapa?”
JAE SEUNGHYUN
Tangannya dengan tangkas mencari sasaran lain di layar--haits, game ini sudah dia khatamkan berkali-kali, pun penjaga game center sepertinya sudah hafal tongkrongan utama Seunghyun kalau datang ke tempat ini. Dia memang suka memainkan semua game, tapi untuk favoritnya, ada dua: time crisis dan dance dance revolution. Biarpun dia seakan-akan sudah hafal sampai ke detik keberapa kira-kira si mangsa akan muncul dari sudut ruangan (grafis), tetap saja dia suka.
dor-dor!
Dan karena itu juga, dia jadi mudah untuk memikirkan hal lain, termasuk mengobrol. Masih membicarakan boneka itu, by the way. Seunghyun agak lupa boneka yang mana diberikan ke siapa. Tapi... ha, kemarin itu Aki-ya (sunbaenimnya sih, tapi ia tak boleh bilang pakai embel-embel sunbae, katanya), yang request boneka kucing. Ya dia senang hati saja, dong. Laki-laki sejati kan harus mengabulkan keinginan perempuan, ya nggak? Satu lagi...
"Haaa... kayaknya aku kasih ke Hyeyeong-noona, deh," katanya dengan cepat, pistolnya mengarahkan lagi tembakan ke sasaran di pojok. Ya, memang sudah dia berikan pada Hyeyeong ketika ia bertemu gadis itu di sela waktu latihan. Gadis itu menerimanya sambil mengangguk saja. Wooo, tetap saja ada rasa bangga karena sudah memberikan banyak boneka ke banyak cewek. Semua noona kena, tuh.
"Ntaran kalau ada festival lagi, lomba lagi aja, yuk. Kayaknya game begini nggak bisa dijadikan patokan, deh.... tapi tetap saja kemarin aku yang kasih semua bonekanya."
Ada pause sebentar sebelum level yang mereka mainkan naik. Countdown 10 menuju 1. Wow, seperti biasa mereka memang jagonya. Seunghyun mengokang pistolnya dengan lagak jumawa, melirik T.K. dengan cengir jahil di wajahnya. "Kau juga harus buktikan kalau kau cowok sejati, deh," ujarnya. "Nanti siapa yang ngasih paling banyak!"
Karena cowok keren adalah....
yang berkemampuan.
(apaan.)
T.K.
Ceritanya, mereka borong boneka secara cuma-cuma. Festival biasa, sih—pasar malam, jajanan, stan permainan, begitu-begitu. Mereka tidak jauh-jauh dari lapak tembak-tembakan, tentu! Asah kemampuan secara riil, katanya. Sayangnya, T.K. cuma dapat satu boneka, sedangkan Seunghyun dapat lima. Bayangkaaan. Aduh, ini ajang malu. Keenam-enam boneka itu dibawa Seunghyun untuk dibagi-bagikan. Yak. Mereka ibaratnya sinterklas si orang baik yang tebar-tebar hadiah.
“Hmmnngg. Itu mah gampang, nantiii.”
T.K. manggut-manggut sembari mengisi ulang amunisinya untuk yang kesekian kali. Karakternya bersembunyi di balik meja sementara tembak-tembakan masih berlangsung di sekitar. Yang kayak beginian memang tidak senyata stan game, sih. Tapi lebih seru kaaan. Kalau stan game, hanya bakal nembak-nembak boneka atau menjatuhkan botol. Kalau begini? Ada musuh menyergap dan health bar yang semakin menyusut. Ahuw.
Dia menembak lagi, beberapa kali, sebelum karakternya bergerak di salah satu sudut dan melompat memecahkan kaca jendela hingga terguling ke lantai satu di bawah. Layar menggelap dan ada hitung mundur, tanda stage sudah bersih dan mereka akan naik level. Yes yes yes. Mungkin hidden level akan terungkap dan mereka bisa memainkan ronde-ronde yang bagus.
T.K. balas menatap Seunghyun, satu alisnya terangkat. Mendengus dengan geli. “Nantangin? Ayo ajaaa,” menelengkan kepala, tidak mau kalah. Iyalah. Sama siapa juga dia sudi sok-sok takut taruhan, heh. Apalagi, ini Seunghyun. Siapa takut. “Yang kalah enggak laki, ya. Kita lihat di festival berikutnya.” dia nyengir sementara hitungan mencapai angka tiga. Dia mengembalikan pandangannya, pistolnya disiapkan lagi.
“Untuk sekarang, yang ini dulu, yo.”
Nyengir lebar sekali, dia. ketika hitungan mencapai nol dan level baru dimulai, dia memicingkan matanya dan mulai menembak lagi.
JAE SEUNGHYUN
Dor! Seunghyun nyengir ketika tembakannya dengan mudah mengenai sasaran, dilanjutkan dengan karakternya yang berpindah sana-sini sementara karakter milik T.K. Bergerak tidak kalah hebohnya. Memang lebih asyik kalau begini, he--main game untuk menghabiskan hari sambil bermalas-malasan dan makan burger nantinya. Nggak usah ada yang dipikirkan.
Klik, mengisi amunisi lagi, dan ia tersenyum senang ketika layar menunjukkan ia dan T.K. sudah menyelesaikan stage yang tersedia. Yaaa, duet mereka memang jagoan, deh--makanya nggak salah juga kalau mereka bisa membersihkan level secepat ini, kan. Ditambah lagi: dalam kehidupan nyata pun--tembak-menembak boneka, misalnya. Meskipun kemarin ia cuma bisa dapat enam.
"Sip," Seunghyun terkekeh, matanya kembali terarah ke layar, fokus pada level terbaru yang sedang dipersiapkan. T.K. melirik ke arahnya, dan ia balas mengedikkan kepala, menyambut tantangan anak itu dengan baik. Festival pasti akan dilaksanakan dua kali setahun, bukan--dan ia bisa bersenang-senang beberapa bulan lagi. Siapa tahu makin banyak noona-noona yang bisa dia kasih boneka. Hik. "Nggak akan kalah, pokoknya!"
Dor!
Tahun depan mereka bakal menembak boneka untuk diberikan kepada siapa, ya?
end.
timeline: December 2012
T.K.
Kalau kau nanya bagaimana kabar Fong Tian Kai pagi ini, yah, jangan mengharapkan jawaban yang baik. Karena dia hanya bakal menggeram-geram nggak karuan.
Jae Seunghyun adalah kebo. Bangunnya jam sepuluh, harus diguncang dulu sebelum melek, dan… tidurnya berantakan. Dua kali dia disikut dan sekali dia kena tendang. Small bed is small, bego. Oh, oh, dan dia menghina sarapan yang sudah dengan murah hati dibuatkan T.K. Ya, ya, dia memang nggak jago masak. Katanya pancake yang dia buat itu kayak lumpur… YAUDAHLAH CUMA FAIL TEKSTUR. Harusnya Seunghyun bangun lebih pagi! Coba bangunnya jam… sembilan, gitu. Mungkin mereka masih sempat ke McD untuk breakfast dan T.K. pun enggak usah repot gombrang-krompyang di dapur untuk membuat pancake penghancur perut itu. Yang penting makan. Nggak tahu, ah. Dia tak habisnya merutuk meski seharusnya dia berterima kasih pada Seunghyun. Kalau bocah itu nggak bermalam di flatnya, mungkin dia akan terjaga dengan mata berkantung sampai pagi. Bawa pentungan. Kaget setiap ada suara sekecil apapun.
`Makasih, bro.` harusnya begitu. Tapi alih-alih ngomong langsung, dia malah mention semata di twitter, dan… yang disuarakannya kini justru sebuah, “SEUNGHYUN, BURUAN!” yang super-duper toa.
Sembari mengikat tali sepatu, dia membuka mulut dan meledakkan vokalnya. Dari bis turun ke halte depan gece saja lama amat. T.K. memang melesat dan turun duluan, dan mungkin beberapa penumpang sudah turun setelahnya. Dia mengerling pintu bis di belakang dan belum menemukan sosok sahabatnya di dekatnya. Mungkin kegencet di antara dua orang gendut di dalam? Atau pingsan kehabisan napas? HAHA. Mungkin T.K. yang terlalu antusias turun, hm? Yah, lagi nggak nyante hari ini, makasih. Atau Seunghyun yang terlalu lamban gara-gara makan pancake setan buatannya itu?
“Seunghyun leleeeet. Nanti kutinggal, lho,” berkata sekali lagi, kali ini berdiri dan memanggil ke arah pintu bis. Nanti arcade yang bagus-bagus keburu diduduki orang, bradah! Ayo, ayo, tinggal masuk ke dalam saja, niiih!
JAE SEUNGHYUN
Lari-lari karena dikiranya akan ditinggal untuk pergi ke festival, diseret-seret, lomba menembak yang ternyata lebih susah daripada Time Crisis, dan enam buah boneka--satunya nyolong dari T.K. Itulah yang didapatkan Seunghyun, hasil bermain bersama T.K. di festival malam. Seru sekali, memang--berhubung dia memang penggemar keramaian dan festival, jadilah uang saku sebulan nyaris ludes dipakai beli makanan dan mainan... dan tembak-tembakan (yang ternyata lebih susah dari time crisis).
Yang pasti, mereka selesai di malam hari, dan tadinya sih Seunghyun mau pulang. Cumaaa, tahunya si T.K. sendirian di flat malam ini. Bukan apa-apa sih, tapi kan Seunghyun tahu banget kalau anak itu paling serem sama yang namanya setan maling keadaan gelap sendirian dan semacamnya, jadi dia kasihan juga. Jadi orang itu harus setia kawan, kan? Jadilah ia ikut menginap di tempat T.K. -- bonus makanan yang banyak, Tuhan memberkati Bibi Chun dan Transformers dengan segala berkah yang sudah diberikan buatnya. Meskipun tidurnya harus sempit-sempitan sama T.K. dan kena jedukan kepalanya dua kali, kena tonjok di perut sekali dan selimutnya ditarik-tarik semalaman, nggak apa-apa deh.
Meskipun pagi harinya segala cemilan itu harus diimbangi dengan pancake-lumpur ala T.K.. Apaan, deh. memang dia nggak bisa masak, tapi T.K. juga lebih parah dari dia karena kayaknya mecahin telur juga T.K. nggak bisa. Mau ngebantu juga percuma, tapinya--dan paling tidak pancake-nya berasa pancake meskipun banyak bagian yang bisa dicolek.
"BENTAAAR, HOI!" Seunghyun balas berteriak, tanpa sadar dia masih ada di dalam bus--orang-orang langsung meliriknya dengan sinis, dan ia cuma garuk-garuk belakang kepalanya, nyengir kuda gagal. Ia berlari, melompat turun dan membetulkan converse-nya yang agak longgar sebelum berlari kecil ke tempat T.K. "Makanya kalo bikin sarapan itu yang berenergi, tauk, bukannya lumpur. Mudah-mudahan hari ini tenagaku buat main hidden level nggak berkurang, separuh tenaga udah abis gara-gara selimutnya ditarik sebelum aku bangun."
T.K.
Lipat tangan. Kerutkan dahi. Jae Seunghyun memang tidak pernah berubah sejak hari pertama T.K. mengenalnya. Hobi sekali telat, tidak peduli apa sirkumstansinya. Telat masuk sekolah, telat janjian ke gece, telat datang ke kelas WBE, telat makan, telat bangun, bahkan ssampai telat turun bis. Memang daebak. Truly, really daebak. Mungkin kita harus geleng-geleng kepala, sob, lalu siapkan piala besar bertuliskan `Pahlawan Kesiangan Seoul`. Noona-noona mana ada yang suka cowok telat! Sudah lebih muda, telat pula. Padahal yang harusnya pikun duluan kan yang lebih tua. Hmph.
Yak, teriakan teredam dari dalam bis. Spontan dara itu terkikik, menunduk sedikit, setengah-mendengus mendengar protesan dan dumel-dumel samar dari penumpang lain. Terlalu komikal. Tolol ya tolol. Geli, sih. Cengiranm lebar T.K. itu menandakan dia puas mendengar sahabatnya diprotesi—delikan dari ibu-ibu yang menenteng belanjaan di depannya itu pura-pura tak dilihatnya, meski demikian. Namanya juga anak muda, ahjumma.
Daaan sang pahlawan kesiangan tiba. Cengiran T.K. lenyap, diganti dengan bibir yang mencebik. Kemudian disusul pipinya menggembung. Heh, dia kira hina-hiaan soal makan paginya sudah lewat! Rupanya masih napsu, toh? Awas saja, ya. Masih mending ada makanan, daripada mereka kelaparan sampai siang! Nggak tahu terima kasih, dasar.
“YA! Salah siapa telat bangun, hah? Jelas lah selimutnya kutarik!” mengerutkan dahi, lalu memutar tubuh dan mengayun langkahnya menyusuri trotoar menuju Game Center. Dia menoleh ke arah Seunghyun sembari melangkah, pijakannya di tanah terkesan malas. “Coba kamu bangunnya lebih pagi. Mungkin kita bisa sarapan lebih elit di McDonald’s. Lalu aku nggak perlu—HEEEII,” T.K. menyadari sesuatu, alisnya menyatu. Mendelik ke Seunghyun. “Apa hubungannya sarapan sama telat turun bis? Itu kan kamu doang yang lelet,” lalu melet puas.
JAE SEUNGHYUN
"Di rumah, bangun jam segitu itu biasa, apalagi di musim dingin! Lagian sarapan di mekdi kan pakai duit, padahal uang udah abis dipakai main tembak-tembakan. Kan kamu yang tahu," Seunghyun membela diri, membalas teriakan T.K. dengan teriakan, biarpun ia tahu jarak mereka itu sebetulnya dekat. Berjalan santai, tangan dimasukkan ke saku, sementara T.K. berjalan di depannya.
Mendengar komentar T.K. soal nggak ada hubungannya antara pancake-lumpur dan tenaga dan lelet, Seunghyun cuma manyun. Yah, gimana lagi, dia memang lebih sering kalah soal adu troll omongan sama anak ini. Tapi dia nggak mau kalah, karena itu ia berjalan, langkahnya yang panjang-panjang--gimana, tubuhnya memang tinggi--makin cepat dan akhirnya menjajari T.K., tangannya yang tidak masuk saku menoyor kepala T.K. dari belakang. Sebodo!
"Bukan lelet! Kamu aja yang lompat-lompat keluar bus. Aku kan lihat situasi dulu, tadi di dalam banyak noona yang mau pergi juga, masa iya keluar busnya grasak-grusuk?" Seunghyun berkilah, ngomentarin bus yang sebetulnya tadi lebih banyak berisi ahjumma alias Ibu-ibu bawa belanjaan mingguan dibandingkan noona-noona yang mau berangkat kantor. Ya iyalah, hari Minggu. "terus, jangan salahin aku. Jangan-jangan pancake tadi bukan cuma bikin energi turun tapi juga bikin konsentrasi jadi berkurang. Lain kali, malemnya kita takeaway aja.... bentar, kalo gitu selama ini kamu ngapain kalo di kelas lagi ada pelajaran PKK?"
T.K.
Memutar bola mata. Satu lagi, deh. Yang namanya Jae Seunghyun itu enggak jauh dari yang namanya denial. Suka sama noona, denial. Kalah adu bacot, denial. Ke-macho-annya fail, denial lagi. Oh, really, T.K. pikir tidak ada lagi, deh yang perlu disembunyikan. Sudah terlalu banyak aib, bro, terlalu banyak. Tidak salah juga, kan, celotah T.K. mengenai protes-protes bangun telat? Rempong di pagi hari ini bikin malas! Dia enggak salah, cuma memaparkan hal yang realistis—dan menerapkan ajaran ayahnya mengenai argumentasi yang harus berlandas pada fakta. Lihat? Lihat? Kalau dia enggak bisa jadi bintang, dia mau jadi pengacara. Mau bacot.
“Auw!” usap-usap belakang kepala, lalu cemberut ke arah Seunghyun. Malah ditoyor, meh. Segitu enggak terimanya sama debatan, T.K., hah? Atau memang kalah argumen? HAHA. “Heh, lagian mereka lelet. Kita itu di paling belakang duduknya, tahu. Kalau enggak buru-buru, kapan turunnya?” jangan terlalu gentleman, lah. Sesekali harus egois juga. Kalau mengalah terus pada—uhuk—noona, nanti justru dia yang nggak pernah untung! Lagian, wanita-wanita yang mereka lihat itu sudah dewasa. Seunghyun mau baikin kayak gimana juga, tetep aja mereka nggak bisa apa-apa kalau ternyata dia sudah punya pacar! Hayo. Hayo. Pacarnya lebih mapan, pula. Huayo.
“Aku selalu minta adonannya Yakko. Aku cuma pernah sukses waktu kita bikin spageti. Itupun minyaknya kebanyakan.” Angkat bahu santai, melirik Seunghyun lagi. “Udahan, ah. Mending sudah makan. Nanti juga kan kita mau mampir ngeburger. Eh, kupon, kamu dapat, nggak?” tangan kiri terangkat di depan hidung Seunghyun. Nagih.
JAE SEUNGHYUN
Bahh. Memang beginilah mereka--jadi ya gimana, Seunghyun pun juga tahu kalau adu argumen terus nggak akan guna--mendingan senang-senang. Tapi adu argumen juga menyenangkan kok, buat Seunghyun. Seenggaknya kalau dalam batasan-batasan yang memang menyenangkan. Kalau sudah bikin kesal orang... mendingan minta maaf terus diam. O ho ho.
"Yaudah sih. Nggak ada juga yang ngarepin kamu mendadak bisa masak!" Seunghyun ngakak sambil berjalan melihat GC yang bangunannya sudah makin jelas. Semua orang tahu siapa Fong Tian Kai. Cewek paling nggak pantas pakai rok satu sekolah. Beruntunglah pelajaran PKK hanya diikuti perempuan karena anak laki-laki mendapatkan muatan lokal Elektronika. Seunghyun masih bisa tahan melihat ulah anak itu di dapur, tapi kalau melihat T.K. yang memakai celemek full a la Ibu kantin.... kayaknya Seunghyun bakal mengira mereka ada di dunia paralel.
"Ush!" tangan Seunghyun tertarik membentuk sikap hormat, lalu merogoh sakunya. "Iya, lapar nih... malah ngomongin pelajaran PKK pula. Kupon terakhir aku kemarin kan udah dipakai beli shake.... Beli aja biasa atau apa?"
T.K.
“HIEH!”
Tangannya yang terangkat dalam gestur menagih itu langsung turun lagi, sementara alisnya menyatu dalam sebuah garis mencuat ke atas. Kuponnya… sudah dipakai. Yak. Perlukah diberitahukan bahwa dua anak ini boros sekali begitu sudah dapat duit? Nanti saat bokek baru deh ngemis-ngemis patungan. Hm, hm. Balada anak muda yang harus bisa cari uang sendiri. Makanya Seunghyun kadang-kadang kerja sambilan di Myeongdong, sementara T.K. suka gedor-gedor pintu belakang restoran cepat saji untuk dapat kerjaan bagiin brosur. Cipek, memang. tapi daripada nggak dapat duit? Ujungnya bakal seperti hari ini—menganga, miris sendiri begitu tahu bahwa kupon itu… telah tiada. Nggak ada gratisan, deh. Hh. Buang duit lagi, deh. Hh.
“…Beli biasa aja kali, ya? Tapi aku nggak boleh nambah burger kedua setelah itu. Hmmm.” Urut dagu dalam gestur sok mikir. Memandang tanah sembari langkahnya berayun maju. Harus hitung-hitung duit, nih. Ini baru awal bulan, jadi dia tidak boleh boros-boros dulu. Nanti, saat sudah minggu terakhir. YEAAAH silahkan hamburkan uang. Sekarang… yah, gitu deh. Mesti sayang dompet. Masih lama sebelum dapat uang jajan lagi, soalnya. Kecuali dia sambilan.
Mereka mendekat ke Game Center. T.K. memutuskan untuk menyerah dengan semua kalkulasi di dalam kepalanya—toh nanti paling dia bakal bablas beli lagi. Bodo, ah. “Entar aja deh mikirnya. Main dulu.” Angkat bahu ke Seunghyun dan mendorong pintu Gece sampai terbuka. Lalu mengedik dan tersenyum ke satu orang, di arcade sebelah pintu yang dikenalnya. Permainan dengan uang logam, biasa, di mana ada semacam laci yang maju-mundur dan bisa mendorong koin-koin game ke lubang di mana pemain bisa ambil. A game of luck, really. Dan pemuda yang duduk di sana itu selalu nongkroooong tanpa gerak, berpikir bahwa dia bisa dapat dua puluh koin sekali raup. Sudah empat bulan hal ini berjalan… dan T.K. pikir dia harus ke dokter atau apa.
“Mau main yang mana dulu, Seunghyun?”
JAE SEUNGHYUN
"Iya, beli biasa aja. Lagian ini akhir bulan... kenapa sih sekolah kita nggak ngebolehin kita kerja sambilan?" Seunghyun mengimbuh lagi soal uang saku bulanannya. Ayahnya yang pegawai bank itu memang super ketat soal keuangan. Beliau menjatah uang saku Seunghyun untuk sebulan, dengan rincian lengkap seperti transportasi dan makan malam. Maklum, isi apartemennya itu memang hanya dua orang; Seunghyun dan ayahnya, jadi biasanya pada malam hari Seunghyun mencari makan sendiri.
Untungnya, T.K. dan bibi Chun-nya selalu sedia makanan enak apalagi di akhir minggu. Lumayan kan--bisa menghemat uang makannya, dan bisa dipakai untuk ke game center--kayak sekarang. Hohoho. Tapi, nafsunya soal burger dan ramen memang sulit ditahan, makanya dia beli lagi. Hm, alasannya mudah: masa pertumbuhan, bro! Tingginya memang baru 171, dan targetnya itu 180an, jadi dia harus makan yang banyak supaya targetnya tercapai.
Seunghyun mengikuti T.K. berjalan masuk, dan berjengit lagi melihat pemandangan yang akhir-akhir ini sekarang jadi rutin. Seunghyun pikir, yang mungkin bisa membuat orang itu puas hanyalah kalau gempa datang dan koinnya jatuh semua ke depan. "Kalau koin yang dia masukkan buat alat itu dia kumpulkan untuk main yang lain, kira-kira berapa yang dia dapat, ya?" ia separuh berbisik pada T.K., lalu langsung berjalan ke salah satu sudut.
Time crisis.
Jujur, dia masih penasaran sama hasil yang dia dapatkan kemarin. Di stand boneka-bonekaan, dia cuma dapat enam, jangan-jangan kemampuannya sudah menurun drastis. Diambilnya langsung sisi yang biru (karena biru itu warna cowok. heh). "Main ini, nih. Ini!"
T.K.
…bisa keluar-masuk Gece sesuka hati selama dua bulan, kali. Entahlah.
Bahu dara diangkat, sebuah gestur yang mengisyaratkan ketidaktahuan murni. Atau ketidakpedulian. Yah, posisikan dia yang ada di balik konsol itu—hah, sudah digoyang-goyang, kali, mesinnya! Orang tidak sabaran macam dia, bisa gila kalau kerjanya cuma nungguin koin jatuh doang. Mendingan mesinnya ditendang, atau dipalu, atau pakai akal apapun lah yang bisa membuahkannya hasil. Bukannya bikin hidup jadi hampa dan cuma diisi penantian! Hai, kamu, lelaki yang menunggui jatuhnya koin di sisi entrance Gece, sadarkah kamu? Kamu sudah… diharkosin mesin.
Padahal harkos itu adalah hal yang sungguh, sungguh mahanista dan mahamiris. Apalagi dia malah diharkosin mesin selama empat bulan… uh, sakiiit. Mending kalau apa yang dibilang Seunghyun tadi terjadi. Ada gempa. Setidaknya koin yang jatuh bakal lebih banyak dibanding penantian lama nan panjang oleh mesin PHP itu. setahu T.K., jumlah terbanyak yang didapatkan pemuda itu cuma… delapan.
Disaksikannya Seunghyun langsung melesat ke satu sudut. Aaah, as expected. Tiiime Crisiiiis. Saatnya mengasah kemampuan setelah festival semalam, hm? Seunghyun nampaknya nggak puas, sih, cuma dapat lima. Padahal dengar-dengar itu termasuk jumlah terbanyak, lho. Nggak ngerti ah. Daripada dia, cuma dapat satu… HHH, BODO, BODO AMAT!
T.K. berdiri kalem di sisi yang berwarna merah, meski ia nyengir merogoh saku. Koin dong, bradah. Dia punya setumpuk yang nggak bakal habis. Dia bahkan punya tabungan darurat untuk ini. Dua diambilnya keluar, yang satu dilemparkannya ke Seunghyun.
“Osh. Berapa ronde?”
Ambil pistol di soketnya, masih belum memasukkan koin. Kira-kira dulu berapa duit yang ludes hari ini, bradah.
JAE SEUNGHYUN
"Yo! Asyik, kau punya tabungan koin. Ntar gantian, aku traktir burger. Habis aku belum nyetok lagi gara-gara kemarin dipakai festival. Tapi kurang satu, tahu," Seunghyun menangkap koin itu dan dengan tangkas memasukkannya ke dalam mesin--bunyi khas langsung terdengar, kurang satu lagi. Ia mencari-cari koin di saku celananya; nggak sebanyak setokan T.K., sih, tapi ia punya buat beberapa ronde, kayaknya. "Sekali dulu? Tapi kalau naik level, ya lanjutin. Aku penasaran, masa' sih kemampuanku menurun...."
Tangannya menarik pelatuk dan dor! langsung terbuka layar yang menandakan mulainya game. "Ayo tembak juga, K, masukin koin tambahannya," katanya, mengarahkan pistol ke arah T.K. dengan lagak menantang. "Kalo kalah skor, harus ngasih koin buat tambahan ronde berikutnya!"
T.K.
…lalu startnya malah dicuri. Heh! Kan dia nungguin buat nanya, tahunya malah diduluin… sialan. Didoain kemampuannya betul-betul menurun, HHHH, dasar! Tapi mending deh, habis itu ditraktir burger. Ekhek. Fong muda memasukkan koin dan menikmati cklek kesayangannya, bunyi yang lazim terdengar setiap kali koin masuk. Hhhmmm. Euforia saat hendak memulai game, hm. Meraskana adrenalin mulai terbangun, merasakan semangat mulai teraduk, merasakan deg-deg-deg siap bertarung—
"Ayo tembak juga, K, masukin koin tambahannya,"
—HAHA. Perusak atmosfer. Lalu malah nantangin, lagi.
“…Hmm. Oke,” dia nyengir, memasukkan satu koin lagi yang barusan dirogoh, lantas mendengarkan ke satu cklek lagi yang memuaskan dan musik mulai mengalun. Layarnya ditembak dengan tampang jumawa, membuat cengirannya lebih lebar. Dia menoleh lagi ke si pemuda, “Tapi ucapanmu itu berlaku buat kamu juga, ya. Jangan lupa.”
Dia menembak, memilih mode game dan menunggu bar loading memenuh. Stage pertama, hmm. Siap-siaaaap. Nampak health bar, status, poin-poin awal yang nantinya akan bergerak ke atas—T.K. nyengir lagi, luar biasa senang. Kakinya siap di pijakan.
Kemudian ada efek berbunyi action! dan dia leluasa menembak.
JAE SEUNGHYUN
"Okeee!" Seunghyun nyengir lebar, mengokang pistolnya (kalau bisa disebut mengokang, karena toh itu bukan pistol beneran). Dor! Suara keras terdengar dari speaker yang ada di mesin, dan ia berlagak seakan-akan kalau dia adalah penembak jitu. Dipilihnya mode standar dan game mulai dengan dramatis--dua agen penembak yang sedang berjuang mengalahkan tirani pemerintahan, atau apa? Seunghyun lupa, deh. Yang penting nembak.
Dia punya banyak teman, sebenarnya. Banyak juga di antara mereka yang bisa dibilang tidak remaja lagi--seperti teman-temannya main dance di Myeongdong, kelompok tari jalanan yang biasanya kumpulnya tidak tetap. Semuanya dia kenal begitu saja ketika ia melihat mereka berkumpul.
Di sekolah, kebanyakan teman-temannya adalah anak klub olahraga. Meskipun tidak terikat dengan klub manapun, Seunghyun bisa ditemukan main basket, sepak bola, baseball, sampai sesekali atletik--seringnya jadi cadangan atau pengganti. Bukan berarti kalau ada Seunghyun bakal langsung menang, sih--Seunghyun ya senang saja terlibat di dalam kegiatan-kegiatan itu, kalau menang ya syukur, kalau kalah juga nggak apa-apa.
Tapi, kalau sedang mode main seperti sekarang--semacam main game, makan burger, ngabisin waktu kalau habis latihan atau juga mengisi waktu kosong, atau semacamnya.... bermain-main, maka, T.K.-lah sasarannya. Nggak tahu dari kapan, tapi yang pasti, kalo main Seunghyun memang lebih cocok kalau sama T.K.. Ibaratnya, beli makanan saja bisa heboh juntrungannya.
"Oits!" Seunghyun menghindar dari tembakan musuh-virtual di sudut lain, memasang mode invulnerable. Nah, kan? Tembakannya kena bertubi-tubi, dan bar skornya di sudut atas langsung naik jauh. Nggak ada bedanya sama yang "Hiii, betulan beda sama yang di festival. Kalo yang gini enteng banget," komentarnya sambil menembak lagi, "kapan lagi sih ada festival lagi? Entar kalo ada aku bakal ambil lebih dari enam! Itu juga dikasih satu." Mulutnya manyun, teringat satu boneka kucing yang akhirnya dia minta dari T.K.. Haha, dia telat nembak, sih.
dor!
T.K.
Yak. Noted, ya. Jae Seunghyun sudah setuju, sodara! Siapapun yang kalah akan rogoh kocek lagi untuk membiayai ronde selanjutnya—yang T.K. jamin—akan makin ganas dan makin ganas saja. Sama saja dengan lebih banyak koin yang terbuang, sih. Ini pertarungan soal gengsi dan harga diri laki-laki, bukan soal koin! Koin itu cuma perumpamaan, kawan. Yang sebetulnya ditekankan adalah bagaimana kamu mempertaruhkan kemampuanmu. Ibaratnya, deh, di satu keping koin, ada sepuluh persen pride. Kalau sepuluh kali kalah, harga dirimu terinjak. Simpel, kan?
(…rempong, sih, sebenernya. Mana ada orang bikin analogi sepuluh persen harga diri per koin.)
Hup. Hup. Dari sudut mata, kelebatan bayangan muncul—arahkan moncong pistol ke sana, dor! Recharge kembali, lalu bergerak dari pertahanannya di belakang meja dan berbelok kiri-kanan untuk menyapu bersih musuh. Yak. Yak. Satu, dua, tiga, empat tumbang—tapi kena hantam sedikit di beberapa sisi. Health bar itu selalu kelihatan nanggung di mata T.K., tahu. Habisnya, nggak pernah memuaskannya sedikit pun. Naiknya sedikit, turunnya banyak. Uasem.
“Festival itu enggak fana, bro,” eaaaa. Biarlah dia terdengar pintar sedikit. “yang ini mana bisa dibandingin dengan festival. Lain kali awas ya kalau dapat lebih sedikit. Aku juga nggak mau cuma dapat satu, tahu—EH, WEITS.” membelok, berlari menghindar dari tembakan yang datang dari sudut tak terduga. Ah, sialan, sialan. Masih saja terkecoh.
“Ngomong-ngomong, bonekanya—” dor, dor, dor! “—kamu kasih ke siapa aja, sih, jadinya? Punyaku ada di siapa?”
JAE SEUNGHYUN
Tangannya dengan tangkas mencari sasaran lain di layar--haits, game ini sudah dia khatamkan berkali-kali, pun penjaga game center sepertinya sudah hafal tongkrongan utama Seunghyun kalau datang ke tempat ini. Dia memang suka memainkan semua game, tapi untuk favoritnya, ada dua: time crisis dan dance dance revolution. Biarpun dia seakan-akan sudah hafal sampai ke detik keberapa kira-kira si mangsa akan muncul dari sudut ruangan (grafis), tetap saja dia suka.
dor-dor!
Dan karena itu juga, dia jadi mudah untuk memikirkan hal lain, termasuk mengobrol. Masih membicarakan boneka itu, by the way. Seunghyun agak lupa boneka yang mana diberikan ke siapa. Tapi... ha, kemarin itu Aki-ya (sunbaenimnya sih, tapi ia tak boleh bilang pakai embel-embel sunbae, katanya), yang request boneka kucing. Ya dia senang hati saja, dong. Laki-laki sejati kan harus mengabulkan keinginan perempuan, ya nggak? Satu lagi...
"Haaa... kayaknya aku kasih ke Hyeyeong-noona, deh," katanya dengan cepat, pistolnya mengarahkan lagi tembakan ke sasaran di pojok. Ya, memang sudah dia berikan pada Hyeyeong ketika ia bertemu gadis itu di sela waktu latihan. Gadis itu menerimanya sambil mengangguk saja. Wooo, tetap saja ada rasa bangga karena sudah memberikan banyak boneka ke banyak cewek. Semua noona kena, tuh.
"Ntaran kalau ada festival lagi, lomba lagi aja, yuk. Kayaknya game begini nggak bisa dijadikan patokan, deh.... tapi tetap saja kemarin aku yang kasih semua bonekanya."
Ada pause sebentar sebelum level yang mereka mainkan naik. Countdown 10 menuju 1. Wow, seperti biasa mereka memang jagonya. Seunghyun mengokang pistolnya dengan lagak jumawa, melirik T.K. dengan cengir jahil di wajahnya. "Kau juga harus buktikan kalau kau cowok sejati, deh," ujarnya. "Nanti siapa yang ngasih paling banyak!"
Karena cowok keren adalah....
yang berkemampuan.
(apaan.)
T.K.
Ceritanya, mereka borong boneka secara cuma-cuma. Festival biasa, sih—pasar malam, jajanan, stan permainan, begitu-begitu. Mereka tidak jauh-jauh dari lapak tembak-tembakan, tentu! Asah kemampuan secara riil, katanya. Sayangnya, T.K. cuma dapat satu boneka, sedangkan Seunghyun dapat lima. Bayangkaaan. Aduh, ini ajang malu. Keenam-enam boneka itu dibawa Seunghyun untuk dibagi-bagikan. Yak. Mereka ibaratnya sinterklas si orang baik yang tebar-tebar hadiah.
“Hmmnngg. Itu mah gampang, nantiii.”
T.K. manggut-manggut sembari mengisi ulang amunisinya untuk yang kesekian kali. Karakternya bersembunyi di balik meja sementara tembak-tembakan masih berlangsung di sekitar. Yang kayak beginian memang tidak senyata stan game, sih. Tapi lebih seru kaaan. Kalau stan game, hanya bakal nembak-nembak boneka atau menjatuhkan botol. Kalau begini? Ada musuh menyergap dan health bar yang semakin menyusut. Ahuw.
Dia menembak lagi, beberapa kali, sebelum karakternya bergerak di salah satu sudut dan melompat memecahkan kaca jendela hingga terguling ke lantai satu di bawah. Layar menggelap dan ada hitung mundur, tanda stage sudah bersih dan mereka akan naik level. Yes yes yes. Mungkin hidden level akan terungkap dan mereka bisa memainkan ronde-ronde yang bagus.
T.K. balas menatap Seunghyun, satu alisnya terangkat. Mendengus dengan geli. “Nantangin? Ayo ajaaa,” menelengkan kepala, tidak mau kalah. Iyalah. Sama siapa juga dia sudi sok-sok takut taruhan, heh. Apalagi, ini Seunghyun. Siapa takut. “Yang kalah enggak laki, ya. Kita lihat di festival berikutnya.” dia nyengir sementara hitungan mencapai angka tiga. Dia mengembalikan pandangannya, pistolnya disiapkan lagi.
“Untuk sekarang, yang ini dulu, yo.”
Nyengir lebar sekali, dia. ketika hitungan mencapai nol dan level baru dimulai, dia memicingkan matanya dan mulai menembak lagi.
JAE SEUNGHYUN
Dor! Seunghyun nyengir ketika tembakannya dengan mudah mengenai sasaran, dilanjutkan dengan karakternya yang berpindah sana-sini sementara karakter milik T.K. Bergerak tidak kalah hebohnya. Memang lebih asyik kalau begini, he--main game untuk menghabiskan hari sambil bermalas-malasan dan makan burger nantinya. Nggak usah ada yang dipikirkan.
Klik, mengisi amunisi lagi, dan ia tersenyum senang ketika layar menunjukkan ia dan T.K. sudah menyelesaikan stage yang tersedia. Yaaa, duet mereka memang jagoan, deh--makanya nggak salah juga kalau mereka bisa membersihkan level secepat ini, kan. Ditambah lagi: dalam kehidupan nyata pun--tembak-menembak boneka, misalnya. Meskipun kemarin ia cuma bisa dapat enam.
"Sip," Seunghyun terkekeh, matanya kembali terarah ke layar, fokus pada level terbaru yang sedang dipersiapkan. T.K. melirik ke arahnya, dan ia balas mengedikkan kepala, menyambut tantangan anak itu dengan baik. Festival pasti akan dilaksanakan dua kali setahun, bukan--dan ia bisa bersenang-senang beberapa bulan lagi. Siapa tahu makin banyak noona-noona yang bisa dia kasih boneka. Hik. "Nggak akan kalah, pokoknya!"
Dor!
Tahun depan mereka bakal menembak boneka untuk diberikan kepada siapa, ya?
end.