oceansahead: (ch)
nacu ([personal profile] oceansahead) wrote in [community profile] sheepandwolf2015-07-30 01:51 pm
Entry tags:

necessary phases

necessary phases;
917w.




Harinya dimulai dengan hal sesimpel kopi di atas cangkir dan cahaya yang menembus tirai. Hanya bunyi penanak nasi yang sedang menyala dan kompor yang baru saja dimatikan. Ruangannya sepi dan sunyi, lantainya hangat, dan dia mendengar sendi-sendinya sendiri yang bergerak kaku. Matanya dipejamkan dan kepalanya dimiringkan, detik-detik jarum jam dari ruang tengah terdengar, juga tetes-tetes dari keran bak cuci dapur yang tadi dia gunakan.

Dia meninggalkan semuanya di atas meja makan dan meraih ke selimut, ke tubuh yang masih berbaring dan menggelung. Bangun, katanya, pelan sambil menyimak rambut yang berantakan, makan.

Hari Minggu selalu berawal dengan sarapan yang tenang, kadang roti, kadang hanya oatmeal. Diikuti pandangan ke jendela menatap pencakar langit Seoul dan lansekapnya yang padat. Disusul satu tengok ke arah kaktus yang berjajar, seduhan kopi untuk cangkir yang kedua, dan piring yang dicuci segera setelahnya. Ada dagu Seunghyun di pundaknya sementara ia mengeringkan tangan.

Bedhairmu parah, dan Seunghyun tidak terdengar seolah ia sedang bercanda. Dia membalikkan badannya dan melihat kantung mata yang mulai muncul lagi. Jemarinya menyentuhnya dan ia tidak tersenyum, kamu juga.

Dia tertawa dan main-main menolak, kulit yang lengket dari tidur saling bersentuhan, dan dia bilang padanya untuk lekas gosok gigi. Seunghyun bilang dia malas karena hari ini mereka hanya akan berada di dalam rumah saja. Gadis itu mendelik.

Segalanya dilakukan dengan alur lambat. Satu ketuk, dua ketuk, saling menyusul dalam ritme yang semakin panjang. Tiankai tidak merasa dia menghitung, tetapi matahari meninggi dan tenggelam kembali dalam kecepatan yang ingin dia tarik turun, namun tidak bisa. Seolah dia akan segera tertinggal dan semuanya akan berlari pergi terlebih dulu. Pegangannya pada kaus Seunghyun erat dan putus asa; lelaki itu melingkarkan tangan di sekeliling tubuhnya, namun ia masih menggigil.

Mereka menghabiskan waktu berbicara, namun tidak mengobrol. Seunghyun bicara mengenai rambutnya yang sepertinya semakin pendek. Tiankai mengungkit janggut yang akan segera tumbuh kalau tidak dicukur. Napas yang singkat, tatapan mata yang lama diletakkan, kehangatan yang tidak mau ia lepas. Waktu masih berjalan.

Hingga tiba saatnya ia harus kembali lagi pada bertumpuk-tumpuk koper di sudut ruangan, barang yang masih tersisa, dan pakaian yang harus dibenahi. Dia tidak ingin menyentuhnya apabila sudah dekat waktu. Enggan dia berberes, mengambil apa yang kurang, menyimpannya sekecil dan sepadat mungkin. Memindahkan apa yang tadinya akan tinggal. Menanyakan mana yang harus ia bawa pulang. Seunghyun ada di sisinya, membantunya melipat, menyusun, mengambilkan. Rautnya pedih dan Tiankai tidak mampu melihat. Jemarinya kebas setengah jalan.

Aku bisa sendiri, dia hendak melanjutkan dengan kamu tidak perlu membantuku namun sudah cukup ketika Seunghyun berhenti bergerak. Ia menontonnya sebentar dari atas kasur sebelum meninggalkannya sendirian, berkata hendak tidur, dan Tiankai membiarkannya. Dia tidak salah. Seharusnya dia bisa melakukan ini lain kali. Hanya saja dia tidak ingin melihat pedih, mendengar helaan napas, tidak mau ini berlangsung untuk mereka berdua. Diselesaikannya dengan cepat. Hatinya mati rasa dari sakit. Tangannya bergerak tanpa henti dan ketika ia menutup risleting koper terakhir, Seunghyun sudah pulas tertidur.

Dia berbaring di sebelahnya. Ingin membangunkan, namun tidak yakin. Napasnya hangat dan badannya juga, dan masih ada banyak yang ingin Tiankai katakan, tapi ia tidak lagi mengerti caranya. Tangannya bergerak untuk menyisir rambut yang masih berantakan, dan ia memanggil.

Matanya terbuka pelan dan Tiankai tidak sadar dia terlihat begitu menyesal hingga Seunghyun bertanya, sudah selesai? Kini rasanya sakit dan Tiankai menjawab bahwa tidak ada lagi yang perlu dibereskan. Mungkin dia tidak akan pernah bisa melakukan apa yang ingin dia lakukan, dan dia hanya akan menyakiti orang lain dalam proses. Punggungnya menyentuh kasur dan sesuatu di dalam dadanya runtuh. Ia ingin menutup koper di seberang ruangan dengan kain dan membiarkan mereka tinggal berdebu, untuk tahun depan, hingga tiga tahun lagi, sampai lima tahun lagi. Seunghyun menatapnya, badannya ada menghadapnya, dan memanggil namanya.

Ia terlihat seolah ingin mengatakan sesuatu, dan dari posisi terlentang, Tiankai berbalik memunggunginya. Jangan bicarakan soal itu lagi. Ya? Dia tidak tahu. Barangkali ini akan membuat segalanya lebih buruk. Seunghyun meraih badannya dan mendekat, napasnya hangat di tengkuk, tidak bilang apa-apa. Mereka bisa melupakan.

Ayo kita lakukan hal lain, katanya, suaranya teredam, bergetar di atas leher Tiankai. Gadis itu berusaha tersenyum.

Selamanya merentang menjadi sebuah bulan yang panjang dan mereka mengakhirinya dengan Hongdae untuk yang terakhir kali. Merah, jingga, dan emas dalam dua gelas soju. Dia tidak pernah mengingat yang lain selain jemari Seunghyun yang dingin. Digenggamnya agar hangat. Musim panas bergerak menuju penghujung. Mereka mencoba mengakhirinya dengan hal yang indah, mengikat pita di ujungnya, di kelingking, warna merah. Tiankai mencoba menghitung. Dia lupa hingga angka tiga puluh satu.

Waktu berdetik, bahkan ketika mereka mencoba lupa, kulit telanjang di balik selimut dan napas teratur jauh, jauh setelahnya. Berdetik keras dari meja di samping kasur. Berdetik keras dari arloji. Berdetik dari detak jantung yang dekat di telinganya, di balik kulit yang panas. Kadang Seunghyun menutup telinganya dan bilang, tidak apa-apa. Kadang dia sendiri tidak tahan. Kadang mereka harus larut untuk lupa.

Pagi hari selalu dimulai dengan rutinitas yang simpel, secangkir kopi, bunyi penanak nasi, dan pundak yang bersisian di bak cuci, bersentuhan namun tidak. Dia akan melihatnya dan mengerjap, satu hitungan lebih lambat dari yang biasa mereka lalui, dan Seunghyun akan meminta piring di tangannya untuk dia keringkan. Satu sarapan pagi, satu edisi koran, setetes air di pot kaktus yang berjajar. Kadang Seunghyun akan memeluk pinggangnya dan hanya diam saja, bernapas pelan, memandang matahari dari jendela yang terbuka tirainya. Kadang Tiankai akan menengok dan mencium pipinya.

Segalanya sederhana apabila mereka berdiri satu langkah lebih jauh. Hitungan yang tidak pernah berhenti, dan detik yang barangkali akan melambat suatu hari.

Dia menyimpan semuanya di hati. Menjaganya hangat hingga jauh nanti.



unnecessary phases are unnecesarry. nggak ngerti ini free flow seperti green tea di restoran sushi maap gaje gak berplot mau baper doang sebenernya thx