scarletise: (key bw)
scarletise ([personal profile] scarletise) wrote in [community profile] sheepandwolf2015-07-29 11:55 pm
Entry tags:

an enveloped letter in my head after that day;

an enveloped letter in my head after that day;
337w.




Mama, aku mati.

Kalau kamu tahu, aku tentu saja masih hidup. Aku masih bisa bernapas. Udara ini masih kuhirup dan setiap hari aku masih bisa melihat cahaya matahari. Aku pun masih berjalan, dan aku pun terlalu takut untuk benar-benar mati.

Tapi aku mati.

Mama tahu, aku setiap hari tidur dalam keadaan seperti itu. Aku kosong. Aku berpikir dan aku berjalan, tapi kepalaku limbung. Aku mengerjakan tugasku seperti yang diminta, aku menjalani rutinitasku seperti biasa. Sejak dulu tidak ada yang berbeda, sejak setahun lalu juga selalu begini.

Tapi aku mati.

Lalu, sekarang kalau kau mau bilang aku bodoh, mungkin ini saatnya. Karena ternyata memang begini adanya. Mama, aku selalu bilang kalau aku ingin jadi lelaki hebat. Aku mau jadi superhero, kamu ingat? Karena dulu melihat adik perempuanku menangis, aku sedih sekali. Tangannya kecil dan dia berpegang terus padaku, padahal kami harus tinggal terpisah.

Aku ingin jadi pahlawan. Pahlawan mana yang ingin mati?

Mungkin aku anggap aku pahlawan. Dulu, sewaktu kecil, rasanya semua ini lebih mudah. Aku tidak melakukan apa pun dan dia ada di genggamanku. Aku bisa berdiri dan bersikap seperti pahlawan—seperti apa yang aku mau. Aku bisa melindungi dan menjaga seperti yang selalu aku ingin.

Pada akhirnya, aku bukan pahlawan, Mama. Aku bermain-main dalam sebuah film yang aku atur sendiri. Aku berperan sebagai pahlawan dalam skenario yang aku susun. Karena kalau aku keluar dari skenario itu, aku akan gagal.

Aku menangis, bukankah itu lucu? Karena aku selalu bilang laki-laki tidak boleh menangis, Mama. Harus kuat, karena aku akan memegang mereka yang ingin aku lindungi. Aku ingin menahan mereka yang berdiri.

Tapi tanpa skenario, itu semua bohong. Aku runtuh dan tanah tidak ada lagi di bawah kakiku. Dulu aku bilang papaku bodoh karena dia tidak bergerak biarpun kami semua ingin bersama—sekarang aku tidak bisa membantahnya.

Di sekelilingku hampa udara, Mama. Aku bisa berjalan namun kosong itu benar adanya. Setiap hari aku merasa sakit luar biasa. Bukan sakit yang menimbulkan memar atau lebam, karena rasanya mati rasa.

Tapi bahwa aku terus menerus hancur perlahan-lahan, memang begitu keadaannya.

(And I don't know what to do.)


no, he doesn't have that kind of ability to write like this but
yeah